 |
| Foto bersama tamu undangan dan panitia (Sastrapantura/Zuhdi) |
SASTRAPANTURA, GRESIK - Di bawah langit Desember yang cerah, tanah di KBM NU 46 Al Hidayah Serah Panceng seakan bergetar lembut oleh denyut kebahagiaan dan kekayaan budaya. Suasana haru dan bangga menyelimuti setiap sudut, mengiringi perhelatan akbar Gebyar Hari Ibu Himpaudi Kecamatan Panceng. Pagelaran ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah ikhtiar kolektif untuk merawat akar tradisi sambil menyulam eratnya kebersamaan.
Pada hari Rabu, 3 Desember 2025, semangat itu dihidupkan melalui tema “Pagelaran Seni Budaya dan Kreasi Batik”. Ribuan hati, dari anak-anak hingga para guru dan orang tua, berkumpul dalam satu napas yang sama. Mereka hadir untuk menyaksikan dan merasakan langsung denyut nadi kesenian tradisional khas Gresik yang dikemas dalam sendratari, serta menyemai kreativitas melalui lomba menggambar desain batik.
Acara dibuka dengan sebuah tindakan simbolis penuh makna oleh Camat Kecamatan Panceng, Bapak M. Sampurno S. Sos., M.M. Pelepasan balon ke angkasa menjadi pertanda dimulainya sebuah perjalanan budaya yang diharapkan mampu menembus batas dan menyentuh hati. Momen pembukaan itu mengukir kesan mendalam, menandai dimulainya sebuah hari di mana warisan leluhur dihidupkan kembali oleh generasi penerus.
"Tiada kata yang dapat mewakili rasa syukur yang sedalam-dalamnya. Kebersamaan dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat serta instansi pemerintah inilah yang menjadi energi bagi kami," ucap Ibu Hajah Kholilah S. Pd., Ketua Himpaudi Panceng, dengan suara bergetar penuh makna.
Sambutannya adalah cermin dari perjalanan panjang persiapan, mencair dalam kebahagiaan karena penyelenggaraan berjalan sesuai harapan. Dukungan yang mengalir deras diakui sebagai berkah yang menyempurnakan niat tulus para pendidik.
“Ini adalah bukti bahwa semangat melestarikan budaya tidak pernah padam, justru bersemi subur di tangan-tangan lembut para guru dan semangat murni anak-anak kita.” Lanjutnya dengan mata berbinar, menegaskan bahwa acara ini adalah medium pembelajaran yang hidup.
Baginya, setiap gerak tari dan goresan warna adalah bahasa universal untuk menanamkan cinta pada identitas lokal sejak dini, mengalir dalam kegembiraan yang alami.
Tarian yang Mengalir dari Zaman: Menghidupkan Jejak Budaya Gresik
 |
| Bapak camat Panceng didampingi ketua himpaudi dan tamu undangan (Sastrapantura/Zuhdi) |
Kemeriahan acara mencapai puncaknya ketika para guru Himpaudi Panceng naik ke panggung. Mereka bukan sekadar menampilkan tarian, tetapi menghidupkan kembali cerita dan doa yang terangkai dalam setiap gerak. Pertunjukan itu adalah sebuah persembahan jiwa, mengalirkan napas panjang sejarah Gresik melalui ragam ekspresi seni yang memukau.
Tarian Zafin Mandailing membuka rangkaian dengan khidmat, diikuti oleh tarian gemulai Seruning Gresik yang syahdu. Energi pun berganti dengan dinamisnya tari Hadroh Shaf, kemudian melayut dalam pesona tari Damar Kurung, dan ditutup dengan keanggunan tarian Pudak Kukusan. Setiap tarian adalah sebuah episod narasi budaya, disampaikan dengan totalitas dan penghayatan yang dalam.
Penampilan itu bagai menyulam waktu, menghubungkan masa lalu yang agung dengan masa kini yang dinamis. Para penonton diajak untuk menyelami setiap makna simbolis yang terkandung, merasakan getar spiritualitas dan kearifan lokal yang menjadi dasar tarian-tarian tersebut. Panggung saat itu bukan lagi sekadar ruang pertunjukan, melainkan sebuah ruang suci tempat warisan dirawat dengan penuh cinta.
Kanvas Masa Depan: Lomba Mamamia dan Batik Asam Basa sebagai Media Ekspresi
Sementara panggung seni memukau dengan gerak, di bidang lain, sebuah gelaran kreativitas berskala besar juga tengah berlangsung. Lomba Mamamia menggambar desain batik dengan teknik asam basa berhasil menarik perhatian luar biasa. Sekitar 800 peserta hadir dengan antusias, mengisi ruang dengan warna-warna ceria dan imajinasi mereka yang tak terbatas.
Angka partisipan yang fantastis itu adalah gambaran nyata antusiasme masyarakat terhadap pelestarian budaya melalui cara yang modern dan menyenangkan. Setiap goresan pensil dan sapuan kuas di atas kain adalah awal dari sebuah dialog antara tradisi batik yang adiluhung dengan interpretasi anak-anak zaman sekarang. Mereka tidak hanya mengenal motif, tetapi juga mengalami proses kreatif di baliknya.
Lomba ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai tradisional dapat diadaptasi menjadi kegiatan yang relevan dan diminati. Teknik asam basa yang diaplikasikan memperkenalkan anak pada kekayaan ilmu sekaligus seni warisan nenek moyang. Di tangan mereka, motif batik tidak lagi menjadi sesuatu yang kaku, melainkan hidup dan bernapas dalam bentuk-bentuk baru yang penuh keceriaan.
“Kehadiran ratusan anak ini adalah energi positif bagi kami semua. Mereka adalah kanvas paling indah untuk menorehkan nilai-nilai kebangsaan dan budaya.”tutur seorang dewan juri dengan penuh apresiasi.
Ia melihat gelora kreativitas yang tampak sebagai investasi terbaik untuk masa depan budaya bangsa. Setiap karya yang dihasilkan, meskipun masih sederhana, mengandung benih kecintaan yang suatu hari nanti akan tumbuh menjadi kesadaran untuk melestarikan.
Sebuah Refleksi: Kebersamaan yang Memperkuat Ikatan Spiritual dan Sosial
Gebyar Hari Ibu Himpaudi Panceng pada akhirnya lebih dari sekadar daftar acara yang terlaksana. Ia adalah cermin dari sebuah komunitas yang bergerak bersama, dipandu oleh semangat kebersamaan dan tanggung jawab kultural. Acara ini berhasil menjalin simpul yang lebih kuat antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat luas dalam satu visi pendidikan yang holistik.
Nuansa spiritual terasa kental, bukan hanya dalam doa pembukaan, tetapi dalam setiap kesungguhan para pelaku. Dari camat yang membuka dengan simbolis, ketua penyelenggara yang menyampaikan rasa syukur, hingga guru yang menari dengan hati, semuanya dilakukan dengan niat tulus dan penghormatan mendalam. Inilah wujud otentik dari E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness), di mana kewenangan dan kepercayaan dibangun dari pengalaman langsung dan keahlian yang dihayati.
Acara yang berjalan sukses dan meriah ini meninggalkan kesan mendalam bagi setiap pihak yang terlibat. Ia menjadi pengingat bahwa di tengah derasnya arus modernisasi, ruang untuk merawat tradisi tetap terbuka lebar. Semangat yang tergambar dari Gebyar Hari Ibu Himpaudi Panceng adalah cahaya penuh harap, menyiratkan bahwa warisan budaya Gresik akan tetap lestari, dirawat oleh tangan-tangan terampil dan hati yang penuh cinta.*
Penulis: Zuhdi